Kecerdasan Emosi Dalam Pembelajaran




Di sekolah-sekolah yang menerapkan metode active learning, peran guru dan asisten sangat dominan untuk membentuk karakter anak untuk memiliki imunisasi yang tepat bagi emosi-emosi negatif yang muncul dalam proses belajar mengajar. Guru dan asistennya dapat menerapkan cara-cara sebagai berikut: 

Mengenal diri sendiri
Hasil dari pendidikan emosi ini adalah dapat mengenali perasaan yang timbul beserta penyebabnya. Materi lain yang juga penting adalah mengetahui hubungan antara pikiran, perasaan dan perbuatan. Pikiran dapat menyebabkan timbulnya suatu perasaan dan perasaan mendasari adanya suatu perbuatan. Jadi walaupun sifatnya berlainan, namun ketiga hal ini sangat berkaitan erat satu sama lain.
Menata emosi
Menyelesaikan masalah tanpa masalah bukanlah perkara mudah. Faktor ini membutuhkan kemampuan anak untuk mengetahui penyebabnya sehingga dapat memilih cara penyelesaian yang tepat. Satu hal yang harus dihindari adalah pemikiran negatif akan diri sendiri. Pengenalan jalan keluar yang baik akan suatu masalah dapat memacu siswa untuk mengarahkan dirinya sendiri secara positif pada saat kondisi mereka sedang menurun, seperti marah, takut, cemas atau sedih.

Empati
Kesadaran akan lingkungan sekitar membutuhkan pengertian terhadap sesama, dalam arti mengetahui perasaan dan perspektif orang lain. Contoh terbaik adalah dengan mendengarkan segala keluhan mereka tanpa terbawa oleh emosi pribadi. Siswa diharapkan mampu membedakan antara perbuatan dan perkataan orang lain dengan pemikiran dan reaksi pribadi.
Komunikasi
Membangun suatu hubungan yang baik sangatlah menguntungkan semua pihak. Kuncinya adalah dengan berkomunikasi. Tujuannya supaya siswa dapat mengekspresikan pemikiran mereka secara aktif tanpa harus diwarnai kemarahan.

Kerja sama
Kerja sama yang efektif adalah tahu kapan harus memimpin dan pada saat apa mereka harus mengikuti. Kepemimpinan yang efektif tidak dibangun berdasarkan pada dominasi, tapi pada kemampuan diri dalam menolong orang supaya mau bekerja bersama-sama mencapai tujuan bersama. Mengenali kontribusi yang telah diberikan pihak lain dan mendorong mereka supaya berpartisipasi dapat berefek lebih baik ketimbang menyuruh dan mengkritik. Begitu pula halnya dengan bertanggung jawab pada konsekuensi dari setiap keputusan yang diambil.

Menyelesaikan konflik
Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, menyelesaikan suatu masalah tanpa masalah membutuhkan kesadaran akan mekanisme sebab muasalnya masalah itu terjadi. Biasanya orang yang terjebak dalam konflik terkunci oleh lingkaran emosinya sendiri. Jadi resolusinya adalah pemantapan kelima elemen yang telah dijabarkan sebelumnya.
a. Pemberian motivasi terhadap anak
Ketika berada di depan anak-anak, guru harus memberikan penguatan dalam bentuk motivasi yang kuat dan kehangatan menyapa anak. hindari penjelasan yang mengandung muatan emosi negatif. anak sangat peka terhadap berbagai muatan perasaan dalam tutur kata guru. komponen penguatan motivasi dapat berupa :
• Verbal. Guru dapat menerapkan metode ini secara lisan melalui ucapan-ucapan yang meemuji anak berprestasi atau anak yang mampu menjawab pertanyaan guru. Cara ini sangat mudah dilakukan dengan cara mengacungkan jempol sambil mengucapkan hebat!luar biasa!betul!saya senang dengan pekerjaanmu!dan kata-kata pujian lain
• Touching. Cara ini bersifat non verbal. Ketika seorang anak melaksanakan tugas dengan baik, berikan penghargaan dengan menepuk-nepuk bahunya, menjabat tangan, atau mengangkat tangan siswa yang menang dalam pertandingan. Touching juga dapat dilakukan ketika anak menangis histeris karena terlibat konflik dengan temannya dengan mengusap-usap pundaknya.

b. Pengajaran empati Anak dapat belajar bagaimana mereka berempati merasakan penderitaan orang lain. Anak akan mampu melihat permasalahan dari sudut pandang orang lain, tidak hanya egoisme yang diutamakan. Pengajaran emosi dapat dilakukan dengan cara :
• Identifikasi motif
Cara ini dapat dilakukan guru untuk menangani konflik antara dua anak. Guru dapat menggali lebih dalam sebab-sebab anak terlibat konflik dengan temannya. Guru dapat menjelaskan bahwa alasan yang diungkapkan anak merupakan rentetan permasalahan kecil pemicu konflik. Misalnya : Anak A menepuk bahu anak B. Tetapi anak B menganggap tepukan anak A sebagai gangguan dan ejekan. Hal ini memicu anak B Memaki anak A. Di lain pihak, anak A tidak terima karena menganggap tepukannya hanya bercanda. Keduanya terlibat dalam konflik. Guru dapat menjelaskan bahwa motif awal anak A menepuk bahu B hanya bercanda, tetapi anak B meresponnya sebagai penghinaan harga diri. Motif awalnya terletak pada respons yang salah terhadap tepukan anak A terhadap anak B. Dengan penjelasan demikian, kedua anak dapat melihat permasalahan dari sudut pandang orang lain.
• Memuntaskan konflik Penanganan konflik anak dapat dilakukan dengan menempatkan peristiwa dalam proporsi yang tepat. Guru harus menuntaskan konflik tanpa menyisakan bekas-bekas emosi negatif. Bertanya secara langsung kepada anak mengenai penyebab konflik berikut emosi negatif yang memberi pelung anak melepas tekanan emosi yang mereka rasakan. Berikan waktu beberapa saat agar konflik mereda. Guru dapat memerintahkan anak untuk berjabat tangan untuk mengakhiri konflik (shake hand)
• Membuat estimasi
Guru bias mengajukan pertanyaaLihat blogn kepada anak mengenai taksiran-taksiran yang akan muncul jika suatu peristiwa berlarut-larut dalam emosi negatif. Pertanyaaan-pertanyaan yang diajukan antara lain : Bagaimana seandainya daerahmu dilanda banjir dan kamu terperangkap dalam rumah berhari-hari tanpa makanan?Apa yang akan terjadi jika daerahmu dilanda gempa dan orang tuamu terperangkap dalam rumah yang hancur?Apa yang akan kamu lakukan jika mendengar orang tuamu mengalami kecelakaan? Petanyaan-pertanyaan tersebut dapat membangkitkan kesadaran anak akan penderitaan orang lain yang bisa menimpa mereka. Empati dapat tumbuh dari kesadaran tersebut.
• Pengungkapan secara tulus
Guru menjadi seorang pendengar yang baik bagi anak yang menceritakan kesulitannya. Empati dapat ditumbuhkan melalui ungkapan tulus dari guru yang mengomentari cerita anak. Misalnya: ketika anak bercerita mengenai adiknya yang sakit, guru harus menunjukan mimik wajah serius dan fokus pada setiap kata-kata yang diungkapkan anak. Katakan sesuatu yang dapat menguatkan perasaanya secara tulus bahwa guru bersimpati dan berharap kesembuhan adiknya dengan segera. Atau, ketika anak membantu mengambilkan buku atau menghapus papan tulis, guru harus mengucapkan terima kasih dengan tulus tanpa nada sarkasme.

c. Penguatan antusiasme
Guru dapat menggunakan cara lain untuk membangkitkan antusiasme anak di dalam kelas. Anak akan berfikir positif selama kegiatan belajar mengajar apabila guru dapat menciptakan keriangan sepanjang hari. Anak dapat diajak berbicara mengenai berbagai masalah pribadi dalam hidupnya. Guru dapat menggali lebih dalam informasi dari anak mengenai banyak hal, seperti : siapa nama kakak atau adiknya, siapa anak yang tidak disukai di dalam kelas dan alasannya, bagaimana kabar orang tuanya, siapa teman-teman di lingkungan rumah, dan pertanyaan-pertanyaan lain. Guru harus berlaku seolah-olah ingin terlibat banyak dalam setiap aktifitas anak dan mengetahui dengan persis apa yang disukai dan tidak disukai anak. 

Source : www.primatastudy.com

0 Response to "Kecerdasan Emosi Dalam Pembelajaran"

Posting Komentar