Kartini Masa Kini


 

Kartini, nama seorang perempuan yang sangat dikenal dalam sebuah emansipasi kelompok perempuan. Setiap tahunnya diperingati dengan berbagai arena perlombaan, mulai perlombaan memasak bagi lelaki, perlombaan berbusana kebaya, hingga sekedar perlombaan yang menghadirkan keriangan sesaat. Berbagai kantor pun mewajibkan karyawan perempuannya untuk mengenakan pakaian kebaya, pakaian yang dikenakan Kartini pada masanya. Seorang artis perempuan dalam sebuah acara talkshow di sebuah stasiun televisi mengatakan “Kalau dulu Kartini menggunakan rok mini, pastilah saat ini busana yang akan dipakai juga rok mini”.

Bukan masalah busana yang akan coba diangkat dalam tulisan ini, namun lebih jauh pada gagasan yang pernah dilahirkan oleh seorang Kartini melalui surat-suratnya yang kemudian dikumpulkan menjadi sebuah kumpulan tulisan “Habislah Gelap Terbitlah Terang”. Begitu banyak kritik yang dilontarkan oleh seorang Kartini, termasuk juga ungkapan kepekaan sosial yang beliau coba sampaikan melalui tulisan beliau.

 

Menghilangnya Pemikiran Kartini

Saat ini, sebuah lontaran pemikiran yang pernah disampaikan oleh Kartini seakan tersapu oleh sehelai baju bernama kebaya. Keinginan seorang Kartini untuk mensetarakan diri dalam berbagai ruang kehidupan, berganti dengan semata sebuah kata “emansipasi” yang dimaknai hanya semata pada kemampuan perempuan melakukan pekerjaan lelaki. Surat-surat Kartini tak lagi banyak dibaca dalam setiap tahun diperingatinya Hari Kartini.

Sebagian besar surat Kartini berisi keluhan dan gugatan termasuk menyangkut budaya yang dipandang sebagai penghambat kemajuan perempuan. Dia ingin wanita memiliki kebebasan menuntut ilmu dan belajar. Kartini menulis ide dan cita-citanya untuk sebuah kemandirian dalam menentukan tujuan, memilih cara, melakukan aktivitas, yang dilakukan dalam kebersamaan, dengan bingkai keyakinan, kebijaksanaan, keindahan, kemanusiaan dan cinta tanah air. Kartini juga mengungkap pandangannya bahwa “agama yang seharusnya justru mempersatukan semua manusia, sejak berabad-abad menjadi pangkal perselisihan dan perpecahan, pangkal pertumpahan darah yang sangat ngeri. Orang-orang seibu-sebapa ancam-mengancam berhadap-hadapan, karena berlainan cara mengabdi kepada Tuhan yang Esa dan Yang Sama.”

Kartini juga tak sekedar memperbincangkan posisi kelompok perempuan, namun lebih dari itu, Kartini mengangkat permasalahan penindasan yang terjadi di sekitarnya. Kartini melihat perjuangan perempuan agar memperoleh kebebasan, otonomi dan persamaan hukum sebagai bagian dari gerakan yang lebih luas. Upaya Kartini untuk mewujudkan cita-citanya bagi kelompok perempuan pun harus diwujudkan dengan menerima jalan yang selama ini menjadi bagian dari kritiknya, “poligami”.

 

Kartini, Perempuan dan Pembangunan

Memaknai sebuah perjuangan Kartini di saat sekarang, haruslah kembali melihat pada sebuah kondisi yang tengah terjadi. Posisi perempuan dalam lingkungan kehidupan sepertinya enggan beranjak dari ruang “penjara”nya. Telah banyak perempuan yang bekerja di sektor yang selama ini hanya dilakukan oleh kaum lelaki, namun bukan ini semata yang menjadi pemikiran oleh seorang Kartini pada masanya. Masih terlalu banyak kelompok minoritas (perempuan dan lelaki) yang harus menerima diskriminasi dalam menjalani ruang kehidupan.

Proses pembangunan negeri ini yang mengejar angka pertumbuhan telah memperbesar gurita penguasaan oleh kelompok kecil. Aset-aset alam yang harusnya menjadi sumber penghidupan bagi komunitas lokal, secara cepat beralih ke tangan-tangan kelompok kecil pemerintah yang berselingkuh dengan pemodal. Perlahan namun pasti, semakin banyak anak negeri ini yang jauh dari meningkatnya pengetahuan mereka, karena pendidikan dan kesehatan menjadi barang yang sangat mewah.

Andai saja Kartini hidup di masa kini, tentunya beliau akan sangat sedih bila yang semakin sering diperbincangkan hanyalah model pakaian, sepatu, tas ataupun telepon genggam terbaru. Sementara masih sangat banyak anak negeri yang tak menyentuh nasi hanya karena tempatnya berladang dan bersawah harus digantikan oleh tambang dan pabrik-pabrik yang maha luas. Masih teramat banyak anak negeri yang menantikan tetesan air hujan untuk sekedar pelepas dahaga karena sungai dan danau telah tercemari.

Keinginan pelayan publik (pemerintah) negeri ini yang sangat kuat terhadap angka pertumbuhan, telah menjadikan sektor ekonomi rakyat semakin terpuruk. Walaupun sejarah telah mencatat, keruntuhan ekonomi negeri ini beberapa tahun lalu telah ditopang oleh ekonomi rakyat agar tak terpuruk ke jurang yang lebih dalam.

 


0 Response to "Kartini Masa Kini"

Posting Komentar